KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari Bapak Muhammad Faisal Abdullah, Drs., M. M., selaku dosen
Ekonomi Islam yang telah berkonstribusi dengan memberikan sumbangan berupa
referensi buku, dan teman saya yang sudah memberikan sarana dan fasilitas untuk
menyelesaikan makalah ini
Dan harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya
dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan
maupun penggalaman, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan keritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Malang, 10 November
2016
DAFTAR ISI
BAB 1: PENDAHULUAN
BAB 2: LANDASAN TEORI
BAB 3: PEMBAHASAN
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bank
sebagai lembaga perantara jasa keuangan, yang tugas pokoknya menghimpun dana
dari masyarakat, dan menyalurkan dana kepada masyarakat, diharapkan dana
tersebut dapat memenuhi hajat atau kebutuhan dari masyarakat.
Bank
merupakan lembaga keuangan yang sangat banyak berkembang pada disetiap negara,
baik bank yang berbasis konvensional maupun bank yang berbasis
syariah. Semuanya mempunyai poduk- produk yang ditawarkan kepada
masyarakat untuk membantu peningkatan perekonomian masyarakat tersebut, di atara
produk yang di tawarkan adalah kredit bagi bank konvensional dan pembiayaan
bagi bank syariah.
Masayarakat
pada saat ini juga sangat membutuhkan jasa bank diataranya kredit dan
pembiayaan, untuk pengembangkan usaha maupun pendirian usaha.
Dengan maka banklah yang menjadi solusi para masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan sepeti modal kerja, dana pengembangan usaha
dll. Masyarakat pada umumnya ingin mendirikan usaha dan mengembangkan usaha
yang dikelolanya tetapi modal yang digunakan untuk mendirikan dan mengembangkan
usaha tersebut tidak ada, maka banklah sebagai solusi untuk menambah modal
tersebut. Dengan demikian bank mempunyai harapan kepada perusahaan yang di beri
pembiayaan agar dana yang diberikan dapat digunakan dengan sebaik- baiknya oleh
para nasabahnya untuk pengembangan usaha maupun pengembangan usaha tersebut.
B. Rumusan masalah
1. Apa
saja jasa pembiayaan yang ditawarkan bank syariah?
2. Bagaimana
sistem pembiayaan pada bank syariah?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk
menggetahui macam-macam jasa pembiayaan yang ditawarkan bank syariah.
2. Untuk
memahami sistem pembiayaan pada bank syariah
BAB 2
LANDASAN TEORI
1. Pembiayaan
merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana
untuk memenuhi kebutuhan pihak yang merupakan defisit unit. (Antonio,
2001)
2. Musyarakah yaitu
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu,dimana
masing-masing pihak memberika kontribusi dana (atau amal/epertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Machmud & Rukmana, 2010)
3. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih
pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal
kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini
menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal
dan keahlian dari pengelola. (Wikipedia, 2016)
4. Murabahah yaitu
jual beli barang dengan harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Penjual harus memberi tahu harga produk yang dia beli dan menentukan suatu
tingkat keuntungan ebagai tambahannya. (Machmud & Rukmana, 2010)
BAB 3
PEMBAHASAN
A. Jasa - Jasa Pembiayaan Bank Syariah
1.
Pembiayaan untuk
berbagai kegiatan investasi atas dasar bagi hasil terdiri dari: a) pembiayaan
investasi bagi hasil al mudarabah, b)
pembiayaan investasi bagi hasil al
musyarakah. Dari pembiayaan investasi tersebut, bank akan memperoleh
pendapatan berupa bagi hasil usaha.
2.
Pembiayaan untuk
berbagai kegiatan perdagangan terdiri dari: a) pembiayaan perdagangan al mudarabah dan b) pembiayaan
perdagangan al baiu bithaman ajil. Dari pembiayaan perdagangan tersebut, bank
akan memperoleh pendapat berupa mark-up atau
margin keuntungan.
3.
Pembiayaan pengadaan
barang untuk disewakan atau untuk disewa belikan dalam bentuk: a) sewa guna
usaha atau disebut al ijarah, b) sewa
beli atau disebut baiu takjiri. Di
indonesia, al ijaroh dan al
baiu takjiri tidak dapat dilakukan oleh bank. Namun demikian, penyewaan
fasilitas tempat penyimpanan harta dapat dikategorikan sebagai al ijaroh. Dari kegiatan usaha al ijaroh, bank akan mendapatkan
pendapatan berupa sewa.
4.
Pemberian pinjaman
tunai untuk kebijakan (al qhardul hasan)
tanpa dikenakan biaya apapun kecuali biaya administrasi berupa segala biaya
diperlukan untuk sahnya perjanjian utang, seperti biaya meterai, biaya akta
notaris, bea studi kelayakan, dan sebagainya. Dari pemberian pinjaman al qhardul hasan, bank akan menerima
kembali biaya-biaya administrasi.
5.
Fasilitas-fasilitas
perbankan umunya yang tidak bertentangan dengan syariah seperti penitipan
danalancar (current acount), dalam bentuk giro wadi’ah yang diberi bonus dan jasa lainya untuk memperoleh balas jasa
(fee)seperti: pemberian jaminan (al-kafalah), pengalihan tagihan (al-hiwalah),
pelayanan khusus (al-jualah),pembukuan L/C (al-wakalah) dll. Dari pemakaian
fasilitas-fasilatas tersebut bank akan memperoleh berupa fee.
B. Sistem Pembiayaan Pada Bank Syariah
1. Pembiayaan modal kerja
Unsur-unsur modal kerja
terdiri atas komponen-komponen alat likuid (cash),
piutang dagang(receivable), dan
persediaan (inventory) yang umumnya
terdiri atas persediaan bahan baku (raw
meterial), persediaan barang dalam proses (work in process), dan persediaan barang jadi (finished goods) oleh karena itu, pembiayaan likuiditas (cash financing), pembiayaan piutang (receivable financing), dan pembiayaan
persediaan (inventory financing)
Bank
syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan
dengan meminjamkan uang melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan
nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib).
a. Pembiayaan
likuiditas (cash financing)
Pembiayaan ini pada
umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya
ketidaksesuaian (mistmatched) antara cash inflow dan cash outflow pada perusahaan nasabah.
Sedangkan bank syariah
dapat menyediakan fasilitas macam itu dalam bentuk qardh timbal balik atau yang disebut compensating balance. Melalui fasilitas ini nasabah harus membuka
rekening giro dan bank tidak membagikan bonus atas giro tersebut. Bila nasabah
mengalami situasi mistmatched, nasabah
dapat menarik dana melebihi saldo yang tersedia sehingga menjadi negatif sampai
maksimum jumlah yang disepakati dalam akad. Atas fasilitas ini, bank tidak
dibenarkan meminta imbalan apapunkecuali sebatas biaya administrasi pengelolaan
fasilitas tersebut.
b. Pembiayaan
piutang (receivable financing)
Kebutuhan pembiayaan
ini timbul pada perusahaan yang menjual barang dengan kredit, tetapi baik
jumlah maupun jangka waktunya melebihi kapasitas modal kerja yang dimilikinya.
Bagi Bank syariah untuk
kasus pembiayaan piutang seperti tersebut hanya dapat dilakukan dalam bentuk al-qardh dimana bank tidak boleh meminta
imbalan kecuali biaya administrasi. Dengan demikian bank syariah meminjamkan
uang (qardh) sebesar piutang yang
tertera dalam dokumen piutang (wesel tagih/promes) yang diserahkan kepada
bank-tanpa potongan. Hal itu adalah bila ternyata pada saat jatuh tempo, hasil
tagihan itu digunakan untuk melunasi utang nasabah kepada bank. Akan tetapi,
bila ternyata piutang tersebut tidak ditagih, nasabah harus membayar kembali
utangnya itu kepada bank.
c. Pembiayaan
persediaan (inventory financing)
Bank syariah mempunyai
mekanisme tersendiri untuk memnuhi kebutuhan pendanaan persediaan tersebut,
yaitu antara lain dengan menggunakan prinsip jual beli (al-bai’) dalam 2 tahap. Tahap pertama, bank mengadakan (membeli
dari supplier secara tunai) barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Tahap
kedua, bank menjual kepada nasabah pembeli dengan pembayaran tangguhdan dengan
mengambil keuntungan yang disepakati bersama antara bank dan nasabah.
2. Pembiayaan investasi
Pembiayaan investasi
diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan
penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian
proyek baru.
Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah:
a. Untuk
pengadaan barang-barang modal
b. Mempunyai
perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah
c. Berjangka
waktu menengah dan panjang
Pada
umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan pengendapannya
cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun proyeksi arus kas (prjected cash flow) yang mencakup semua
komponen biaya dan pendapatan sehingaa akan dapat diketahui berapa dana yang
tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Setelah itu, barulah menyusun
jadwal amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali) pembiayaan.
Melihat
luasnya aspek yang dikelola dan dipantau maka untuk pembiayaan investasi bank
syariah menggunakan skema musyarakah
muttanaqisah. Dalam hal ini, bank mmberikan pembiayaan dalam prinsip
penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya dan pemilik
perusahaan akan mengambil alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun
dengan menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang ada
maupun dengan mengundang pemegang saham baru.
Skema
lain yang dapat digunakan dalam bank syariah adalah al-ijarah al-muntahia bit-tamlik, yaitu menyewakan barang modal
dengan opsi diakhiri dengan kepemilikan. Sumber perusahaan untuk pembayaran
sewa ini adalah amortisasi atas barang modal yang bersangkutan, surplus, dan
sumber-sumber lain yang dapat diperoleh perusahaan.
3. Pembiayaan konsumtif
Pembiayaan konsumtif
diperlukan oleh pengguna dana untuk memnuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis
dipakai utuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan
atas kebutuhan primer (pokok/dasar), dan kebutuhan sekunder.
Bank syariah dapat
menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi
dengan menggunakan skema berikut ini:
a. Al-bai’bi saman ajil (salah
satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan angsuran.
b. Al-ijarah al-muntahia
bit-tamlik atau sewa beli.
c. Al-musyarakah
mutanaqhisah atau descreasing
participation, dimana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya
d. Ar-rahn untuk
memenuhi kebutuhan jasa
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada aspek
pembiayaan bank syariah, pemilik dana
menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam
rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian
disalurkan kepada mereka yang membutuhkan, seperti modal usaha, investasi
ataupun konsumtif dengan perjanjian yang sudah disepakati
B. SARAN
Kelompok kami menyarankan pembiayaan yang
ditawarkan bank syariah sangat cocok bagi para pengusaha karena prinsip yang
diterapkan di bank syariah menggunakan prinsip bagi hasil yang sudah jelas
menguntungkan bagi nasabahnya dan halallan
toyyiban
C. REFERENSI
Antonio, M. S. (2001). Bank
Syariah. Jakarta: Gema Insani Press.
Machmud, A., & Rukmana. (2010). Bank
Syariah. Jakarta: Erlangga.
Wikipedia. (2016, october 2). Diambil kembali dari Mudharabah
- Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas:
https://id.wikipedia.org/wiki/Mudharabah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar